“Seribu kali pun kau katakan, aku akan
tetap menjawab, TIDAK!. Kau mau protes, silahkan saja. Aku tak akan mencegah. Ini
tentang prinsip, komitmen, dan janji ku kepada NYA”.
Terdiam, sunyi sesaat. Ia tak
menggaungkan lagi alasannya.
“Bagaimana mungkin aku berkhianat. Demi kau?
TIDAK.” Ku lanjutkan kembali penolakan ku padanya.
“Aku hanya ingin memastikan, apakah kau
yang terbaik atau aku harus mencari yang lain. Bukankah ini satu-satunya cara
untuk itu.” Dia mulai lagi.
“Hmm. Kau cari saja yang lain, yang bisa
menerima mu dengan cepat!. TIDAK!” Aku tersenyum sinis, memandang sudut
matanya, lalu melengos, pergi.
Ia memanggil ku, dari balik punggung ku,
ku dengar sayup, ia berteriak keras.
“Aku akan tetap berusaha, akan menunggu
hati mu mengatakan YA!. Tak peduli seberapa lamanya itu.”
Dia memang pandai. Pandai membuat
kata-kata indah, lalu mengatakannya di depanku. Kata-kata indah yang siapapun
wanita yang mendengarnya, menjadi merah pipinya, tersenyum bibirnya, berdesir
kesejukan di hatinya. Mmm, dia memang pandai merayu. Mulutnya terlalu manis,
gombal kata mereka. Ya, dia memang pandai sekali.
Dia tak juga menyerah. Semakin mendekatkan
dirinya pada ku, tapi aku tak menginginkan itu. Aku ingin dia pergi saja. Aku takut
dia akan membuat ku mengkhianati Tuhan. Mengingkari janji ku, sekaligus merusak
komitmen ku. Aku hanya takut saja. Ku harap dia mengerti, tapi ternyata tidak. Dia
semakin dan semakin mengejar ku. Aku ingin berlari, tapi ke mana akan
melangkah?.
“Kalau kau semakin mendekat. Ku pastikan
aku akan semakin menjauh.” Ku katakana itu dengan lantang dan tegas di
hadapannya.
Ia tak juga mengerti. Ia seperti idiot,
tuli, dan kali ini lagi-lagi ia bisu. Tak berkata sepatah pun setelah mendengar
aku berkata setegas itu padanya. Mungkin ia tak menyangka, aku yang ia kenal
manut, selam ini yang ia tau lembut, bisa melakukan hal itu padanya. Aku hanya
tak ingin dia merusak keyakinan ku pada keajaiban NYA, pada ketetapan NYA, dan
pada janji-janji pasti NYA. Aku tak ingin berdosa telah menjerumuskannya ke
dalam kubangan dosa. Jika ku berikan apa yang dia inginkan, itu sama saja
dengan mengiyakannya untuk melakukan maksiat. Karena itu, sekali pun dia
memohon. Tetap hanya kata TIDAK yang akan keluar dari mulut ku. Tak akan
berubah.
Dulu ku kira dia yang akan menjadi teman
seperjuangan dalam hidup. Mengarungi bahtera berdua, melewati ombak yang kan
mencoba mengganggu, meniti tahap demi tahap dengan saling mengingatkan satu
sama lain. Tapi, aku salah. Salah besar, dia merusak sendiri nama baiknya di
hadapan ku, mengotori rasa suci yang telah dianugerahkan Tuhan pada makhluk
NYA. Dia, aku tak suka caranya memaknai rasa itu. Sungguh ingin ku berteriak di
dekat telinganya. Meneriakkan sekali lagi kata penolakan dari ku. TIDAK!.
0 comments:
Posting Komentar